Kasus bahan bakar minyak (BBM) oplosan kembali mencuat di sejumlah wilayah Indonesia, mengguncang kepercayaan publik terhadap penyedia energi utama negeri ini—Pertamina. Meskipun kasus semacam ini kerap kali melibatkan oknum-oknum tertentu di luar kendali perusahaan, publik tetap memandang bahwa tanggung jawab moral dan sistemik tetap berada di pundak raksasa BUMN ini.
Kronologi Singkat: BBM Oplosan yang Meresahkan
Dalam beberapa bulan terakhir, aparat kepolisian berhasil mengungkap praktik pengoplosan BBM di berbagai daerah seperti Sumatera Selatan, Banten, dan Kalimantan. Modusnya beragam, mulai dari pencampuran solar bersubsidi dengan bahan kimia lain hingga distribusi Pertalite yang ternyata telah dicampur cairan tambahan berbahaya. Tidak hanya merusak mesin kendaraan, BBM oplosan juga berpotensi menciptakan risiko kebakaran serta membahayakan lingkungan.
Yang lebih mengkhawatirkan, sejumlah masyarakat mengaku membeli BBM oplosan di SPBU resmi. Meski belum dapat dipastikan sejauh mana keterlibatan pihak SPBU dalam setiap kasus, kenyataan ini cukup untuk menimbulkan kekhawatiran dan kecurigaan luas.
Dampak Terhadap Kepercayaan Publik
Pertamina selama ini memosisikan diri sebagai penyedia energi yang andal dan terjangkau bagi masyarakat. Namun, isu BBM oplosan menimbulkan pertanyaan serius: sejauh mana kualitas distribusi dan pengawasan internal Pertamina dijalankan? Ketika masyarakat merasa tidak lagi aman atau yakin terhadap bahan bakar yang mereka beli, dampaknya bukan hanya pada reputasi perusahaan, tetapi juga stabilitas sektor energi nasional.
Hilangnya kepercayaan publik ini tak bisa dianggap remeh. Di era digital, satu kasus bisa menyebar luas hanya dalam hitungan jam melalui media sosial, menciptakan persepsi negatif yang sulit dikendalikan.
Apa yang Bisa Dilakukan Pertamina?
Untuk menjawab keresahan ini, Pertamina harus mengambil langkah strategis dan transparan yang dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Berikut beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan:
1. Audit Ketat dan Terbuka
Lakukan audit menyeluruh terhadap rantai distribusi BBM, terutama di SPBU-SPBU yang terindikasi bermasalah. Hasil audit perlu disampaikan ke publik secara terbuka untuk menunjukkan keseriusan dalam menangani isu ini.
2. Pemasangan Sistem Monitoring Digital
Penerapan teknologi seperti GPS dan sensor volume pada truk tangki serta sistem sensor kualitas di SPBU dapat membantu mendeteksi aktivitas mencurigakan secara real-time. Pertamina bisa menggandeng startup lokal di bidang IoT (Internet of Things) untuk memperkuat sistem ini.
3. Sanksi Tegas dan Terbuka
SPBU yang terbukti menjual BBM oplosan harus diberikan sanksi tegas—baik pencabutan izin hingga pelaporan ke pihak berwenang. Transparansi dalam pemberian sanksi ini penting sebagai bentuk edukasi dan peringatan bagi SPBU lain.
Baca Ini Juga.....
4. Kampanye Literasi Energi
Pertamina juga dapat mengambil peran edukatif dengan meluncurkan kampanye nasional tentang pentingnya membeli BBM di tempat resmi dan cara mengenali ciri-ciri BBM oplosan. Langkah ini akan membekali masyarakat agar lebih waspada.
5. Saluran Pengaduan Terintegrasi
Membangun dan mempopulerkan platform pelaporan yang mudah diakses masyarakat—melalui aplikasi atau website resmi—akan membantu masyarakat menyampaikan keluhan dengan cepat dan tepat sasaran.
Kasus BBM oplosan adalah peringatan keras bahwa sistem distribusi energi di Indonesia masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Pertamina, sebagai garda terdepan penyedia energi nasional, harus bergerak cepat dan tegas untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
Ketika krisis kepercayaan terjadi, respons yang lamban justru akan memperdalam luka. Kini saatnya Pertamina membuktikan bahwa mereka tak hanya mampu menyediakan energi, tetapi juga menjaga integritas dan keamanan dalam setiap tetes BBM yang sampai ke tangan rakyat.
Artikel oleh: [Miror Crayy]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar